November 13, 2012 0 komentar

Mari Kritik-kritik Isi Kotak Audiovisual di Indonesia



            Di Indonesia mayoritas pasti punya yang namanya televisi yaa? Hiburan paling murah di era sekarang dan semua lapisan dapat terhibur oleh acaranya. Banyak sekali kok yang betah banget nonton tv sampe berjam-jam gak bosen. Padahal menurut saya acara tv lokal dikit banget yang mendidik, rata-rata mereka buat acara Cuma ngejar rating sehingga dapet sponsor yang banyak banget kalo udah gak laku yasudah. Sebenarnya visi dan misi mereka bergelut di bidang hiburan yang khususnya di televisi itu apa ya? Yang penting untung banyak dapet duit, udah deh. Derita loe kalo gak suka. Gitu ya? Kasian banget kan orang sini dijejali hal-hal yang gak penting tiap hari hanya karena kepentingan salah satu pihak yang ingin untung sendiri.
Oya, Budaya “LATAH” di sini udah akut banget lho. Entah dari golongan apa aja yang ada disini, latah yang saya maksud bukan penyakit yang kaget terus ngomong jorok. Tetapi kebiasaan orang-orang sini yang suka niru sesuatu yang udah sukses lalu buat hal yang sama hanya dengan nama yang baru. Hal itu udah terlihat banget di acara-acara tv lokal kita. Tiap hari selalu nonton acara musik yang gak jelas dengan banyak penonton bayaran. Kenapa harus disinarin tiap hariii?? 2x seminggu gak bisa? Niatnya promosi musik-musik di Indonesia, tapi Cuma jadi ajang tempat musisi dadakan yang menganggap kadar kesuksesan itu kalau kita udah masuk/tampil di tv. banyak persoalan sih kalo ngebahas acara musik pagi siang sore itu. Bukti latahnya kan hampir seluruh stasiun tv bikin acara musik yang rutin tiap hari dan punya penonton bayaran. Eksploitasi musik sudah sangat tidak sehat, hanya itu-itu saja musisi yang muncul di tv. emangnya Cuma itu doang musiknya orang Indonesia? Nggak kak, makanya mereka yang punya acara musik itu gak tau apa-apa. Persoalan yang paling aneh lagi karena imbas dari acara musik yang rutin tiap hari adalah banyak bermunculan groupies gak jelas. Seolah-olah anak muda sekarang ini sulit banget nyari pegangan untuk hidup mereka dan Cuma bisa ngefans dengan salah satu musisi doang. Gila!!! Sialnya acara musik yang gak mutu kok umurnya bisa panjang banget. Acara musik yang bermutu kayak radioshow Cuma bentar ngehiasi acara tv kita. Nyebelin banget pokoknya!!
Sampe saat ini saya pengen tau kerjaannya KPI itu apa sih??? Tau artinya mutu dan gak mutu?? Taunya kalo udah diprotes?? Kampret emang tuh KPI!!, saya jadi pesimis kalau udah punya anak kelak acara tvnya masih kayak sekarang. Mending pake tv berbayar sekalian, jadi liat tv orang asing. Huh! Mau gimana lagi dong, masak ntar anak-anak kita dijejali sama acara gak mutu yang Cuma pengen untung sendiri. Secara gak langsung televisi dengan acara tv lokal adalah hiburan untuk kalangan menengah ke bawah, yang penting ada gambar dan suaranya deh. Saya juga heran dengan ibu saya yang gak pernah bosen liat sinetron. Ketika saya tanya ke ibu,”bu, gak bosen liat sinetron terus? Kadang juga udah bisa nebak alurnya gitu”. Ibu saya jawab nyantai,”bosen gak bosen sih gas, trus mau liat apalagi dong? Yang ada Cuma ini buat hiburan. Hehe”. Kalimat trus mau liat apalagi dong? Harus di garis bawahi tuh. Mayoritas juga sih soalnya kalo ibu-ibu emang demen banget liat sinetron sampe kapanpun. Jadi, tv mau ngilangin acara sinetron itu berat banget. Alur dari semua sinetron di Indonesia lho sama semua, Cuma beda pemain dan judulnya. Settingnya pasti ada rumah sakit, kantor polisi, penjara, dan rumah makan. Penyakit amnesia udah jadi trend di sinetron Indonesia. Nyari rating trus dengan bumbu-bumbu mujarab biar episode sampe ribuan. Ada aja caranya biar penonton penasaran dan pengen nonton besoknya lagi dan seterusnya. Pesan-pesan moral yang mereka sampaikan gak ada mutunya sama sekali, hanya menjual kata “cinta” di dalamnya. Haruskah anak kecil diberi hiburan seperti itu? KPI sakit jiwa banget kan!! Hampir semuanya punya acara sinetron, budaya nonton sinetron gak sehat banget..
Acara berita yang selalu di muat televisi terkadang selalu melakukan bored up, mereka membahas suatu hal yang lagi hits secara berulang-ulang dan sialnya yang dimuat berulang-ulang adalah berita buruk banget. Coba deh, pernah gak berita nayangin prestasi-prestasi anak bangsa di televisi sampe berulang-ulang? Palingan yang diputer terus-terusan itu kebejatan para wakil rakyat yang gak tau malu. Berita yang kadarnya serius aja pada sama semua gitu kok. Imbasnya ya ke yang lain.
Trus apa dong yang baik dari acara tv lokal? Ya pikiran dan pilah-pilah aja sendiri. Saya pengen ngeritik doang kok, hahaha. Saya mohon aja agar para orang yang bertugas di KPI dapet milih acara yang emang bermutu banget untuk rakyatnya, biar kita tau bukti jelasnya kinerja mereka di belakang layar. Kalian sendiri deh yang bijak dalam memilih acara televisi sekarang. Untuk mencari sumber informasi jangan hanya lewat televisi, masih banyak kok sumber-sumber dari media elektronik lain. Jadi, jangan bingung ata banyak protes dengan acara-acara tv saat ini. mereka yang buat acara tv gak salah kok, yang salah tuh orang-orang yang masih mau liat tv sambil ngomel-ngomel gara-gara acara tv gak ada yang bagus. Eeheheheeehe
November 02, 2012 0 komentar

Pembentukan Karakter Guru Yang Tidak Tendensial



PEMBENTUKAN KARAKTER GURU YANG TIDAK TENDENSIAL

Oke, setelah saya membaca kuis yang diadakan oleh Indonesia Berkibar, saya langsung tertarik dengan tawaran lomba blog yang diadakan oleh @IDBerkibar dengan tema “Guruku Pahlawanku”. Saya akan menuliskan pengalaman dan kegundahan saya yang terpaksa kuliah di bidang pendidikan karena orang tua tergiur dengan sertifikasi untuk guru. Guru merupakan profesi yang sangat mulia, namun banyak guru yang hanya mengharapkan gajinya. Sehingga, kalimat “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa” ini sudah luntur maknanya. Mereka tidak pernah mendidik peserta didik dengan baik, mereka hanya bisa mengajar dengan datar. Beberapa guru yang sudah diangkat menjadi guru tetap seringkali menyepelekan tugas dan tanggung jawabnya karena sudah mendapat gaji pokok yang tetap. Oleh, karena itu saya sebagai seorang Mahasiswa Universitas Negeri Malang di jurusan Administrasi Pendidikan merasa ironis sekali melihat fenomena-fenomena yang sudah tidak tabu lagi. Pembentukan mental dan karakter harus dilakukan agar para guru tersebut tidak tendensial melaksanakan tugas-tugasnya. Semua guru sekarang berlomba-lomba mengejar sertifikasi dari pemerintah untuk menambah penghasilan, seharusnya dengan adanya sertifikasi itu berbanding lurus dengan kualitas mengajar para guru tersebut, tetapi hasilnya hanya beberapa persen dan tidak maksimal.
Ada lagi fenomena yang sudah tidak asing di kalangan perguruan tinggi adalah banyak sekali dosen yang berlomba-lomba ingin menjadi guru besar. Dosen-dosen tersebut ingin sekali instant dalam mendapatkan gelar guru besar, mereka membuat dan menerbitkan buku hanya sebagai syarat dengan hanya mencetak 10 eksemplar tanpa dijual ke umum. Fenomena-fenomena tadi memang benar-benar terjadi di dalam dunia pendidikan negara Indonesia. Negara Indonesia harusnya banyak meniru negara Finlandia yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Perkembangan dunia pendidikan negara ini jangan sampai ke arah yang lebih buruk, seluruh warga negara harus melakukan kerja sama yang baik untuk membangun sistem pendidikan yang baik juga. Apabila sistem pendidikan di Indonesia membaik pasti akan berbanding lurus pengaruhnya terhadap karakter dan mental warga Indonesia. Pendidik atau guru di Indonesia terlalu dimanjakan oleh pemerintah, sehingga menyebabkan mentalnya tidak kompetitif.   
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pelatihan dan pengembangan untuk guru-guru di Indonesia. Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, guru tidak mampu melaksanakan tugasnya, guru tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam dunia pendidikan.
Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam dunia pendidikan yang membutuhkan penanganan yaitu :
1. Low productivity; Produktivitas rendah
2. High absenteeism; Ketidakhadiran yang tinggi
3. High turnover; Omset (perolehan/pemasukan kotor/bruto, belum dikurangi biaya operasional atw pengeluaran yg berhubungan dg "urusan" tersebut, untuk setiap periode tertentu) tinggi
4. Low employee morale; Rendah semangat kerja guru
5. High grievances; Tinggi keluhan
6. Strike; Pemogokan
7. Low profitability. Profitabilitas (kemampuan kemungkinan untuk mendatangkan keuntungan) yang rendah
Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam dunia pendidikan yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi guru, kegagalan dunia pendidikan dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi guru dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan dunia pendidikan memberi pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada guru.
Daritadi saya membeberkan beberapa keburukan sistem pendidikan dan kinerja para pendidik. Itu bukan berarti saya sangat skeptis dengan pendidikan negara Indonesia. Saya masih memiliki keyakinan negara ini akan terus berkembang menuju ke arah yang lebih baik terutama dalam dunia pendidikan. Disamping itu masih banyak sekali guru-guru yang memiliki kompentensi yang sangat mumpuni dan sangat berintegritas melaksanakan tugas-tugasnya. Pahlawan-pahlawan yang berprofesi sebagai guru di Indonesia juga tidak sedikit. Pak Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina) juga telah membuat sebuah terobosan dalam dunia pendidikan untuk yang sulit mendapatkan akses karena merupakan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Terobosan tersebut diberi nama program Indonesia Mengajar. Program ini adalah mengirim para pengajar-pengajar muda untuk melaksanakan tugas mulia sebagai guru di desa-desa tertinggal di seluruh Indonesia. Program Indonesia Mengajar memiliki slogan yang sangat memberi semangat, slogannya adalah “Setahun Mengajar, Seumur Hidup Menginspirasi”. Dari tahun ke tahun pendaftar Indonesia Mengajar terus bertambah banyak, jadi dapat disimpulkan masih banyak sekali guru yang memiliki jiwa-jiwa sosial yang tinggi dan mau bergerak di program ini. Mereka dicetak untuk menjadi Role Model bagi siswa-siswanya yang diajar serta dapat memberikan inspirasi terhadap siswa-siswa yang berada di desa tertinggal. Para pengajar muda yang memiliki semangat membara untuk memperbaiki sistem pendidikan negara ini harus diberikan apresiasi yang setimpal, merekalah para pahlawan di Indonesia yang siap membentuk bibit-bibit yang berkualitas kelak dan mampu bersaing di kancah internasional. Semoga julukan pahlawan tanpa tanda jasa akan terus melekat di setiap hati nurani para pengajar di negara Indonesia ini. Sekian tulisan dari saya, kalau ada yang kurang berkenan saya mohon maaf. :) :)

-Bhagas Dani Purwoko-


  
 
;