Capung, anak berumur 10 tahun yang tidak pernah duduk
di bangku sekolah dan tinggal di bawah kolong jembatan yang penuh dengan
tumpukan sampah. Capung tinggal bersama ayah kandungnya yang bernama Elang,
ibunya telah meninggal dunia karena pendarahan setelah melahirkan si Capung. Hidup tanpa ibu
kandung memang terasa berat, namun Capung bisa dikatakan sebagai anak yang
penuh dengan keceriaan walaupun hidup dengan serba keterbatasan.
Ayah Capung bekerja sebagai pemulung, setiap hari berangkat
pagi lalu pulang larut malam. Capung sesekali ikut ayahnya bekerja, jika tidak ikut ayahnya dia hanya bermain di sekitaran rumahnya yang kumuh itu. Capung biasanya dititipkan
kepada ibu-ibu sesama keluarga pemulung di komplek kolong jembatan tersebut.
Mereka tidak takut digusur, di dalam pikiran mereka yang terpenting adalah
anak-anak mereka tidak menjerit karena kelaparan. Capung selalu menunggu kepulangan ayahnya
walaupun sudah larut malam, karena capung ingin mendapatkan pelukan hangat dari
ayahnya yang baru pulang mencari nafkah untuknya.
Suatu hari di saat matahari tak enggan menunjukkan sinarnya
ke bumi, Capung menemani ayahnya bekerja. Kali ini ayah capung memulung di
komplek yang dihuni oleh para orang elit (kelihatannya), Capung sangat gembira
karena melihat banyak rumah bertingkat, mobil berjejer, dan halaman rumah yang luas. Tiba-tiba
Capung berhenti di salah satu sudut perempatan komplek sambil menyaksikan anak-anak
komplek seumuran Capung bermain sepak bola di lapangan yang berukuran sekitar
8x4m. Tanpa pikir panjang, Capung langsung meminta ijin kepada ayahnya untuk
bermain sepak bola sembari menunggu ayahnya selesai memulung di komplek
tersebut. Setelah si Capung diijinkan oleh ayahnya, 10 menit kemudian Capung
sudah kembali kepada bapaknya. Ayahnya bertanya sambil mengelus kepala Capung,”nak,
kok cepet banget main sepak bolanya? “. “Aku dihina yah”, ujar Capung dengan
wajah yang menggerutu. “Dihina bagaimana?”, jawab ayah Capung. Raut wajah
menahan tangis terlihat di wajah Capung, lalu Capung menjawab pertanyaan
ayahnya,”Yah, anak-anak itu kok sombong yaa? Mereka tidak punya hati, mereka
jahat, mentang-mentang mereka tidak hidup di bawah kolong jembatan lalu bisa menghinaku dengan umpatan yang buat aku
sakit hati. Aku dihina anak sampah, anak yang bau, penuh dengan bau kemiskinan,
sampai kapanpun selalu miskin, begitu yah kata-kata mereka.” Si ayah langsung
berlutut di hadapan Capung dan memegang kedua tangan Capung, lalu berucap,”maafkan
ayahmu ya, nak. Kamu dilahirkan dan dititipkan oleh Tuhan di keluarga miskin.
Ayah sebagai kepala keluarga sangat sedih sekali karena tidak bisa menolong
ibumu ketika pendarahan seusai melahirkanmu dan tidak mampu menyekolahkanmu. Maka dari itu, ayahmu ini tidak
mau menyia-nyiakan sisa hidup yang ada. Ayah ingin berjuang untukmu, agar bisa menyekolahkanmu
dan kelak hidupmu menjadi layak, nak. Kamu jangan sakit hati apabila dihina
anak sampah, karena banyak yang bisa dipelajari dari sampah.” Capung spontan
memotong pebicaraan ayahnya,”kok bisa sih? Sampah kan bau, gak berguna, menjijikkan,
yah.” Ayahnya langsung menjawab,”memang sampah begitu adanya, namun sampah tak
selamanya jadi sampah. Sampah sekarang ini dapat di daur ulang menjadi pupuk,
kerajinan tangan, pakan ternak, dll. Oleh sebab itu, jangan takut menjadi
sampah. Perjalanan hidup berawal dari 0 (sampah) dan harus terus diperbaiki
(daur ulang), sehingga suatu saat si anak sampah itu dapat berguna untuk banyak
orang. Semangat terus ya nak menjalani hidup, ayah percaya kelak kamu menjadi
orang yang sukses dapat membeli rumah bertingkat, memiliki halaman rumah yang
luas, mobil berjejer, dan yang terpenting adalah kamu tetap menjadi anak sampah
yang terdaur ulang tanpa memelihara perbuatan sombong.” Seketika Capung
meneteskan air matanya dan langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat.
Akhirnya, hari-hari capung diselimuti oleh rasa optimis. Singkat cerita capung dikursuskan
ayahnya di lembaga bimbingan belajar komputer, lalu Capung diterima bekerja di
perusaahaan swasta yang bergerak di bidang komunikasi. Dikarenakan Capung
banyak prestasi ketika bekerja selama 5 tahun, perusahaan memberi promosi
jabatan kepada Capung sebagai General Manager. Sehingga akhirnya Capung dapat mewujudkan
cita-citanya dan masa tua ayahnya sudah lebih dari cukup dengan hidup bersama
anak, menantu, dan cucu-cucunya yang lucu. Selesai.
0 komentar:
Posting Komentar