PEMBENTUKAN
KARAKTER GURU YANG TIDAK TENDENSIAL
Oke,
setelah saya membaca kuis yang diadakan oleh Indonesia Berkibar, saya langsung
tertarik dengan tawaran lomba blog yang diadakan oleh @IDBerkibar dengan tema “Guruku
Pahlawanku”. Saya akan menuliskan pengalaman dan kegundahan saya yang terpaksa
kuliah di bidang pendidikan karena orang tua tergiur dengan sertifikasi untuk
guru. Guru merupakan profesi yang sangat mulia, namun banyak guru yang hanya
mengharapkan gajinya. Sehingga, kalimat “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”
ini sudah luntur maknanya. Mereka tidak pernah mendidik peserta didik dengan
baik, mereka hanya bisa mengajar dengan datar. Beberapa guru yang sudah
diangkat menjadi guru tetap seringkali menyepelekan tugas dan tanggung jawabnya
karena sudah mendapat gaji pokok yang tetap. Oleh, karena itu saya sebagai
seorang Mahasiswa Universitas Negeri Malang di jurusan Administrasi Pendidikan
merasa ironis sekali melihat fenomena-fenomena yang sudah tidak tabu lagi.
Pembentukan mental dan karakter harus dilakukan agar para guru tersebut tidak
tendensial melaksanakan tugas-tugasnya. Semua guru sekarang berlomba-lomba
mengejar sertifikasi dari pemerintah untuk menambah penghasilan, seharusnya
dengan adanya sertifikasi itu berbanding lurus dengan kualitas mengajar para
guru tersebut, tetapi hasilnya hanya beberapa persen dan tidak maksimal.
Ada
lagi fenomena yang sudah tidak asing di kalangan perguruan tinggi adalah banyak
sekali dosen yang berlomba-lomba ingin menjadi guru besar. Dosen-dosen tersebut
ingin sekali instant dalam mendapatkan gelar guru besar, mereka membuat dan
menerbitkan buku hanya sebagai syarat dengan hanya mencetak 10 eksemplar tanpa
dijual ke umum. Fenomena-fenomena tadi memang benar-benar terjadi di dalam
dunia pendidikan negara Indonesia. Negara Indonesia harusnya banyak meniru
negara Finlandia yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Perkembangan
dunia pendidikan negara ini jangan sampai ke arah yang lebih buruk, seluruh
warga negara harus melakukan kerja sama yang baik untuk membangun sistem
pendidikan yang baik juga. Apabila sistem pendidikan di Indonesia membaik pasti
akan berbanding lurus pengaruhnya terhadap karakter dan mental warga Indonesia.
Pendidik atau guru di Indonesia terlalu dimanjakan oleh pemerintah, sehingga
menyebabkan mentalnya tidak kompetitif.
Terdapat
beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu
munculnya kebutuhan pelatihan dan pengembangan untuk guru-guru di Indonesia.
Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, guru tidak mampu melaksanakan
tugasnya, guru tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan
menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam dunia
pendidikan.
Gejala
yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut mencontohkan terdapat tujuh gejala utama
dalam dunia pendidikan yang membutuhkan penanganan yaitu :
1. Low productivity; Produktivitas rendah
2. High absenteeism; Ketidakhadiran yang tinggi
3. High turnover; Omset
(perolehan/pemasukan
kotor/bruto, belum dikurangi biaya operasional atw pengeluaran yg berhubungan
dg "urusan" tersebut, untuk setiap periode tertentu) tinggi
4. Low employee morale; Rendah semangat kerja guru
5. High grievances; Tinggi keluhan
6. Strike; Pemogokan
7. Low profitability. Profitabilitas
(kemampuan
kemungkinan untuk mendatangkan keuntungan) yang rendah
Ketujuh
gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam dunia pendidikan yang dapat
disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam
memotivasi guru, kegagalan dunia pendidikan dalam memberi sarana dan kesempatan
yang tepat bagi guru dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan dunia
pendidikan memberi pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada guru.
Daritadi
saya membeberkan beberapa keburukan sistem pendidikan dan kinerja para pendidik.
Itu bukan berarti saya sangat skeptis dengan pendidikan negara Indonesia. Saya
masih memiliki keyakinan negara ini akan terus berkembang menuju ke arah yang
lebih baik terutama dalam dunia pendidikan. Disamping itu masih banyak sekali
guru-guru yang memiliki kompentensi yang sangat mumpuni dan sangat
berintegritas melaksanakan tugas-tugasnya. Pahlawan-pahlawan yang berprofesi
sebagai guru di Indonesia juga tidak sedikit. Pak Anies Baswedan (Rektor
Universitas Paramadina) juga telah membuat sebuah terobosan dalam dunia
pendidikan untuk yang sulit mendapatkan akses karena merupakan daerah 3T
(terdepan, terluar, tertinggal). Terobosan tersebut diberi nama program
Indonesia Mengajar. Program ini adalah mengirim para pengajar-pengajar muda
untuk melaksanakan tugas mulia sebagai guru di desa-desa tertinggal di seluruh
Indonesia. Program Indonesia Mengajar memiliki slogan yang sangat memberi
semangat, slogannya adalah “Setahun Mengajar, Seumur Hidup Menginspirasi”. Dari
tahun ke tahun pendaftar Indonesia Mengajar terus bertambah banyak, jadi dapat
disimpulkan masih banyak sekali guru yang memiliki jiwa-jiwa sosial yang tinggi
dan mau bergerak di program ini. Mereka dicetak untuk menjadi Role Model bagi siswa-siswanya yang
diajar serta dapat memberikan inspirasi terhadap siswa-siswa yang berada di
desa tertinggal. Para pengajar muda yang memiliki semangat membara untuk
memperbaiki sistem pendidikan negara ini harus diberikan apresiasi yang
setimpal, merekalah para pahlawan di Indonesia yang siap membentuk bibit-bibit
yang berkualitas kelak dan mampu bersaing di kancah internasional. Semoga
julukan pahlawan tanpa tanda jasa akan terus melekat di setiap hati nurani para
pengajar di negara Indonesia ini. Sekian tulisan dari saya, kalau ada yang
kurang berkenan saya mohon maaf. :) :)
0 komentar:
Posting Komentar